Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menyebutkan bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Kemerdekaan pada zamannya ini bukan lagi kemerdekaan yang harus diperjuangkan dengan senjata, bilah panas peluru, dan sebagainya. Perjuangan kemerdekaan yang banyak dirasakan bukan lagi tentang perebutan wilayah namun kemerdekaan atas penjajahan oleh teknologi, pemikiran-pemikiran asing yang kadang tidak selaras dengan kultur masyarakat Indonesia secara umumnya. Keadaan Indonesia yang memiliki masyarakat yang heterogen baik dalam suku, bahasa, keturunan, pulau, dan adat yang mempertambah lembaran hitam penjajahan zaman ini. Kemerdekaan yang sebenarnya telah diraih lebih dari 66 tahun yang lalu telah melupakan sejarah dan menutup pemikiran generasi mudanya akan kemerdekaan yang sebenarnya, dan menutup fakta bahwa belahan bumi bagian lainnya masih ada yang tanah airnya diduduki paksa oleh kaum penjajah.
Pada zaman itu PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) telah lahir dibumi sebagai sebuah perserikatan yang dapat menangani masalah-masalah dunia, namun pada kenyataannya PBB tidak memiliki peran penting dalam menangani kasus-kasus yang terjadi. Dengan keadaan yang seperti itu munculah gagasan mengenai pembentukan Konferensi Asia Afrika (KAA) yang mengarah pada perdamaian dunia.
Setelah sekian lama konferensi ini berlangsung dan sekian lama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berdiri namun kemerdekaan masih belum tegak dimuka bumi ini. Mereka dari penjuru timur lain masih memperjuangkan wilayahnya, dan masyarakatnya dalam peperangan melawan zionis yaitu Palestina. Kemerdekaan rakyat Palestina merupakan tanggungan kita bersama, karena saat penjajahan di Indonesia, negara yang mendukung kemerdekaan bangsa kita adalah negara Palestina yang hingga saat ini masih dijajah oleh para zionis Israel. Namun lebih dari ribuan mata di Indonesia melupakannya, menganggap bahwa peperangan pada zaman sekarang bukan lagi perang merebutkan wilayah sehingga kaum muda melupakan bumi Palestina, atau bahkan hanya jadi hembusan angin disore hari, seharusnya bukan seperti itu sikap kaum muda di negara yang telah merdeka.
Negara kita pernah merasakan penjajahan begitu lama, dan pernah memperjuangkan kemerdekaan begitu pula seharusnya yang kita rasakan terhadap negara Palestina, yang hingga saat ini tanah airnya masih bergejolak. Kaum muda seperti mahasiswalah yang mampu memberikan gerakan perubahan, menekan dan menyuarakan kemerdekaan Palestina. Penduduk indonesia memiliki masyarakat dengan pemeluk islam yang banyak, sudah seharusnya perjuangkan kemerdekaan palestina seperti yang disampaikan oleh Presiden Soekarno atas dukungan kemerdekaan dari Liga Arab bahwa “karena dianara kita terdapat pertalian agama”.
Indonesia pada tahun ini menjadi tuan rumah Konverensi asia-afrika, dan atusiasme masyarakat Indonesia terhadapnya besar dalam berbagai bidang. Mahasiswa merupakan pribadi-pribadi manusia yang hidup dalam lingkungan dengan lingkup nilai-nilai didalamnya yang banyak memberikan kontribusi dan berpengetahuan, dari situlah lahir gagasan sebuah gerakan pemuda indonesia dari kalangan mahasiswa Bandung Raya yang tergabung dalam perkumpulan aktivis-aktivis Lembaga Dakwah Kampus bersatu suara menyerukan kemerdekaan Palestina. Mahasiswa yang terkumpul memiliki tekad atas sejarah masa lalu yaitu atas peran serta, opini dan dukungan nyata Palestina terhadap kemerdekaan indonesia disaat negara-negara lain belum berani memutuskan sikap seperti yang dijabarkan dalam buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” karangan M.Zein Hasan Lc.Lt, atas dasar itulah pergerakan Mahasiswa yang terkumpul dalam Lembaga Dakwah Kampus ini melakukan aksi, tujuannya untuk memendesak pemerintahan indonesia untuk mendukung dan memperjuangkan hak kemerdekaan bangsa palestina, dan menyerukan terhadap masyarakat untuk tidak melupakan sejarah konstribusi bangsa palestina dalam membantu proses kemerdekaan indonesia. Momentum KAA, April tahun ini dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk mengadakan aksi serta menggalang dana sebagai bentuk kepedulian terhadap palestina, hingga diharapkan suara-suara mahasiswa yang mewakili rakyat dapat didengar oleh dunia, serta oleh telinga para kepala negara Asia-afrika yang mewujud pada pergerakan untuk membantu kemerdekaan palestina. Selagi masih terdengar tangisan mereka maka menghadirkan kedamaian, menjunjung nilai kemanusiaaan sebagai hamba tuhan adalah kewajiban mahasiswa. (Bandung, 19 April 2015).
Penulis : Ibtisam Hilwa