Pesan dari Surga (2)

Pesan dari Surga (2)

PESAN DARI SURGA

Oleh Revika Rachmaniar

 

***

Sambungan Pesan Dari Surga Part 1…

“Tante harap Alfian bisa membimbingmu jauh lebih baik dari Tante,” Aku mengaminkan dalam hati, “Alya,” Dia membelai kepalaku, “Sebelum bundamu meninggal, dia menitipkan sebuah pesan untukmu dan Tante harus menyampaikannya sebelum kamu menikah.”

“Apa itu?”

“Kelak kamu menjadi istri, ingatlah ini, Alya. Pertama, setia dan patuhlah pada suamimu. Kepatuhanmu padanya akan melahirkan keridhoan Allah,” Aku tertegun, “Kedua, qana`ah-lah pada apa yang diberikan suamimu. Itu akan membuat jiwamu tenang.

“Ketiga, peliharalah pandangan suamimu padamu. Jangan sampai dia melihat sesuatu yang tidak disenanginya.

“Keempat, pelihara penciuman suamimu padamu. Jangan sampai dia mencium sesuatu yang tidak dia sukai darimu.

“Kelima, jagalah waktu makan suamimu. Rasa lapar itu bara yang bisa membakar kapan saja.

“Keenam, jagalah waktu tidur suamimu. Gangguan pada waktu tidur bisa menyulut amarahnya.

“Ketujuh, jagalah harta dan rumahnya. Sesungguhnya yang demikian itu akan membuatnya menghargaimu.

“Kedelapan, peliharalah anak dan keluarganya. Sesungguhnya hal itu akan melatihmu mengatur segala sesuatu dengan baik.

“Kesembilan, jangan kamu buka rahasia suamimu. Kalau kamu melakukannya maka tidak bisa dijamin dia akan menjaga janjinya padamu.

“Kesepuluh, janganlah kamu melanggar perintahnya. Sesungguhnya yang demikian itu menyulut rasa cemburu dalam hatinya.

“Dan, ingatlah janganlah kamu menampakkan kebahagiaan pada suamimu jika dia sedang bersedih dan janganlah kamu menampakkan kesedihan pada suamimu jika dia sedang bahagia.”

Aku terenyuh dengan nasihatnya. Mataku berkaca-kaca.

“Apa itu benar-benar pesan dari Bunda?”

“Nasihat ini diberikan oleh Umamah Taghlubiyah, seorang wanita Arab terpandang, pada anak gadisnya Iyas binti Auf saat akan menikah. Bundamu sebelum meninggal memberikan nasihat itu pada Tante. Dia yang meminta Tante menikah dengan Ayahmu dan menyampaikan pesan yang sama untuk anak gadisnya juga saat akan menikah. Kelak jika kamu punya anak perempuan yang akan menikah, sampaikanlah nasihat ini juga.”

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Hanya sebulir air mata jatuh di pipiku. Wanita itu menyekanya, “Tante sayang kamu seperti bundamu menyayangimu.”

Aku menoleh. Dia tersenyum manis. Aku rasakan ketulusan dari senyum dan perkataannya.

***

Wanita itu membawa aku ke ruang tamu di mana akad nikah akan digelar. Aku bersanding dengan calon suamiku, Alfian Fajar di hadapan Ayah untuk Ayah nikahkan. Ayah menjabat tangan Alfian dengan kesungguhan. Kesungguhan mengamanahkan aku padanya. Kesungguhan memintanya menjagaku dengan segenap jiwa dan raga menggantikannya. Kesungguhan memberikan semua tanggung jawabnya atasku kepadanya. Aku terharu.

Aku menangis tersedu ketika sungkem meminta doa restu pada Ayah. Aku mencium tangannya dengan takzim lantas dengan segenap kasihku aku memeluknya erat.

“Ayah, jangan pernah berhenti menjagaku dengan cara Ayah,” bisikku pada Ayah.

Ayah mengecup keningku lalu berkata, “Ayah tidak akan pernah berhenti menjagamu dalam doa Ayah.”

Aku bergeser pada istri Ayah. Aku mencium tangannya. Entah mengapa, saat itu aku merasa ada yang lain dalam dadaku. Ada gemuruh. Aku sekonyong-konyong  memeluknya. Dia terkejut, “Aku tidak akan melupakan nasihat Ibu. Aku akan melakukannya. Doakan aku selalu, Bu.”

Aku rasa wanita itu terperanjat mendengar aku akhirnya memanggil dia ibu setelah sekian lama. Aku merasakan pelukannya semakin erat. Dia meneteskan air mata juga saat melepaskan aku anak perempuan tirinya menjadi tanggung jawab orang lain.

“Mulai saat ini orang pertama yang harus kamu patuhi adalah suamimu. Kunci surgamu ada di tangannya, Nak.”

Air mataku semakin deras mengalir di pipiku. Semula aku kira akad nikah aku dengan Alfian akan menjadi bagian yang paling membahagiakan di hari ini, ternyata aku salah. Bagian yang paling membahagiakan hari ini adalah saat aku bisa menerima wanita yang dinikahi ayah sepuluh tahun yang lalu sebagai ibuku sendiri.

Semula aku pikir dekapan pertama Alfian sebagai suamiku akan menjadi bagian yang paling membuat hati ini berdesir di hari ini, ternyata aku salah. Bagian yang paling membuat hati ini berdesir hari ini adalah dekapan ibu tiriku.

Semula aku sangka kecupan pertama Ahmad sebagai imamku akan menjadi bagian yang paling menyentuh di hari ini, ternyata aku salah. Bagian yang paling menyentuh hari ini adalah kecupan ibu tiriku.

Semula aku pikir kalimat ijab qabul Alfian sebagai suamiku akan menjadi kalimat yang paling membuat hatiku sejuk di hari ini, ternyata aku salah. Kalimat yang paling membuat hatiku sejuk hari ini adalah pesan bundaku dari surga.

Cerpen