Apa Jadinya Jika Anak Otomotif Masuk Farmasi?

Apa Jadinya Jika Anak Otomotif Masuk Farmasi?

Subhan Syarif lahir di Banjarmasin, 10 Agustus 1989. Sebelum memasuki jenjang pendidikan Sarjana, ia tinggal di Banjarmasin. Ia merupakan lulusan dari MAN 2 Model Banjarmasin angkatan 2009, yang mana sekolah tersebut memiliki visi menciptakan siswa yang islami, berkualitas, terampil dan berdaya saing tinggi. Semasa bangku SMA, ia mengambil keterampilan otomotif.

Ketika lulus dari MAN 2 Model Banjarmasin, ia tidak berminat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga, ia mengikuti program pemerintah BLK (Balai Latihan Kerja) karena ingin mendalami pengetahuan mengenai otomotif yang sebelumnya telah didapat selama sekolah. Hanya bertahan 1 bulan dalam mengikuti BLK tersebut, ia memutuskan untuk kembali melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan predikat ‘banting stir’.

“Rasa iri yang dapat memotivasi”. Mungkin itu kalimat yang sesuai untuk menggambarkan pilihan hidup dari Subhan Syarif ini. Karena rasa iri terhadap kakanya, ia bertekad untuk melanjutkan kuliah di bidang farmasi. Kaka dari Subhan Syarif merupakan salah satu contoh farmasis yang sukses, dengan mendapat penghasilan yang tinggi. Itulah alasan utama Subhan Syarif ini memilih jalan farmasi.

Dengan segala keterbatasan pengetahuannya mengenai dunia farmasi, ia membulatkan tekadnya untuk melanjutkan pendidikan di Akfar Banjarmasin. Karena D3 ini terbilang ‘nanggung’, dan ia mengetahuinya setelah berkuliah di Akfar, maka setelah lulus D3 ia langsung melanjutkan sarjana. Berbagai informasi ia dapatkan, dan salah satunya informasi dari jaringan alumni. Salah satu alumni Akfar Banjarmasin yang telah lebih dulu merantau ke Bandung membuat darah kelahiran Banjarmasin ini memutuskan untuk melanjutkan pendidikan sarjananya di Bandung, tepatnya Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia (STFI). Pilihan hatinya pada STFI Bandung ini karena STFI membuka program kelas konversi atau pindahan. Sedangkan S1 Farmasi di Banjarmasin belum ada yang membuka program kelas tersebut.

Selama berkuliah di STFI, ia tinggal di suatu tempat kos yang berada di Bandung. STFI ini sedikit berbeda dengan perguruan tinggi lainnya, yang mana mengharuskan mahasiswa untuk aktif di bidang akademik dan non akademik, atau disebut dengan sistem portofolio. Tujuannya adalah untuk memotivasi mahasiswa agar berlomba-lomba menjadi mahasiswa yang kritis di perkuliahan maupun di organisasi.

Bersama dengan hal tersebut, Subhan Syarif akhirnya mengikuti suatu organisasi kampus yang bukan hanya sekedar organisasi, melainkan dapat menampung bakat dan minat mahasiswa. Signa Generasi 2, merupakan satu-satunya organisasi yang ia ikuti selama di STFI. Ia menempati posisi sesuai dengan passion-nya, yaitu webmaster. Dan dengan mengikuti Signa ini, poin portofolio yang merupakan salat satu syarat untuk lulus dari STFI pun terpenuhi.

Subhan Syarif lulus S1 Farmasi di STFI pada tahun 2016 dengan hasil yang memuaskan. Dan saat ini, ia sedang melanjutkan profesi Apoteker di Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani). Bukan hal mudah untuk diterima di perguruan tinggi untuk melanjutkan profesi Apoteker. Namun, Subhan Syarif ini dapat menjadi salah satu gambaran bahwa tidak perlu takut akan adanya keterbatasan dalam diri. Jadikan cita-cita menjadi salah satu motivator internal kita.

Penulis : Nina Fitriyana

Berita Signa