“Will you marry me?”
Sontak tubuh melemas seperti terbius lambaian gas kloroform. Darahku seolah berhenti mengalir, menggumpal bersama para kepingan protrombin dan fibrinogen. Mataku mulai mendung, pertanda rintik hujan sedang bersiap-siap membasahi pipi chubby-ku. Dan seketika, riasan make-up pun luntur.
“Sayang, are you OK?”
Beranjak ku kendalikan kembali tubuhku. Bibirku, kupaksakan untuk membukakan katupnya agar sepatah kata bisa keluar darinya.
“Ya, aku mau,” dengan susah payah, kata itupun dapat keluar dengan jelas.
“Kita pulang, yuk?” ajak Devan padaku dengan menjulurkan jemari tangannya penuh kasih.
Aku hanya bisa mengikuti. Tak ada lagi kata yang mampu kulontarkan untuk mewakili euforia-ku. Dopaminku saling bergegas, berlomba memasuki sel-sel di otakku sehingga tak tertampung lagi bahagia ini. Rasanya, tak sabar ku umumkan berita ini pada seluruh sudut dunia, untuk sekedar berbagi rasa.
“Sampai,” katanya sembari menarik sudut bibirnya, memberiku asupan warfarin, membuat darahku perlahan kembali mengalir.
Ku pegang pintu mobil, ku palingkan pandangan tepat di depan rumahku. Mobil tak asing terparkir di tempat asing, di rumahku.
“Van, itu mobil?”
“Iya, ayo masuk”.
***
“Nah, ini dia. Jadi, mau tanggal berapa?” ucap malaikat yang membuat Devan ada di dunia ini.
Pikiranku, sudah begitu jelas arahnya. Takikardia pun ikut menjangkit tubuhku.
“Selamat ya, sayang. Mama selalu mendoakanmu,” peluk haru dari ibuku kembali memancing mata ini untuk merintikkan perasaannya.
Dengan segala perbincangan yang diselipi humor orang tua, terlahirlah kesepakatan bersama.
“Oke. 12 Agustus 2018,” ayah Devan menegaskan.
***
12 Agustus 2018, hari ini. Ya, hari yang sangat bersejarah. Seharusnya. Jika Tuhan berkehendak, hari ini aku sedang menopangkan tanganku di tanganmu. Sedang ku ayunkan kedua lenganku untuk menyalami ucapan selamat dari para tamu.
“Devan, kenapa kamu lebih mengizinkan aku untuk bersandar di batu nisanmu dibandingkan bersandar di bahumu?”
“Devan, will you come back to me?”
Penulis,
Nina Fitriyana