Semester lima berlalu, dan artinya….
“Semester enam ya? Waw, siap-siap radiofarmasi nih.” Ujar Niken mahasiswa farmasi di suatu perguruan tinggi.
“Radiofarmasi? Apaan tuh?” Tanya Yesti yang baru akan menaiki semester dua ini.
“Katanya sih nuklir-nuklir gitu” Jawab Niken.
“Wah, keren! Bisa sekalian bikin bom buat ngeledakin si mantan yang tak kunjung terlupakan itu dong?” Sindir Yesti.
“Oh, tentu. Sekalian aku bikinin bom buat ngeledakin mulut-mulut lemes kayak kamu.” Balas Niken dengan ketus.
“Oww, aku takuuuttt.” Ejek Yesti sambil keluar dari kamar Niken.
Libur telah tiba dan tak terasa sampailah di awal semester enam. Semester enam yang dikatakan penuh dengan ‘kehorroran’ ini memang akan sangat menguras lahir dan batin. Bagaimana tidak, semester dengan mata kuliah level tingkat tinggi di sarjana farmasi ini mulai menggoncangkan diri. Tahan tanpa tidur semalaman, nongkrong depan laptop seharian, sampai gak mandi pagi-pagi, sudah bukan hal yang harus dianehkan lagi.
Hingga suatu waktu…
“Gila, ngantuk banget. Gak ngerti sama sekali alur mata kuliah radiofarmasi ini kemana.” Kata salah satu mahasiswa.
“Sok banget ya lo bahas alur mata kuliah, alur hidup lo aja masih amburadul.” Timpa temannya.
“Eh, tapi enak kok penjelasannya. Paham juga, tapi kok capek ya belajarnya? Berasa abis lari-lari dari kenyataan.” Niken ikut dalam perbincangan teman-temannya.
“Jadi, kapan mau move on?” Goda salah satu temannya pada Niken.
“Kok jadi kesana? Korelasinya di mana ya mba?” Tanya Niken.
“Lah, kamu sama dia kan emang udah gak ada korelasinya. Udah putus lama kan? Putus udah, move on belum.” Temannya menambahkan.
“Sial ya lo, awas aja!” Ancam Niken.
Waktu terus berlalu dan ujian akhir semester telah tiba. Niken yang awalnya semangat dan cukup percaya diri dengan ujian ini mendadak down karena suatu masalah. Kegalauannya ini banyak menyita pikirannya sampai-sampai tidak jarang Niken kehilangan konsentrasinya. Niken telah melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan fokus belajarnya, tapi usahanya selalu nihil. Malam-malam pun Niken memutuskan untuk bercerita pada Fitri mengenai masalahnya.
“(Tok.. Tok.. Tok..) Fit, tidur belum?” Panggil Niken di depan pintu kamar teman kost-nya.
“Belum kok, masuk aja.” Jawab Fitri. “Ada apa? Bukannya belajar malah kelayapan ke kamar orang. Bukannya besok mata kuliah killer itu ya?”
“Iya fit, tapi aku ga fokus belajar. Males banget.” Jawab Niken.
“Ada masalah?” Tanya Fitri.
“Hm… Fit, kayaknya dia udah punya pacar lagi deh.” Ujar Niken memulai ceritanya.
“Loh, yaudah sih. Kan memang hak dia. Udah putus lama juga kan? Kamunya aja yang kelamaan move on.” Kata Fitri.
“Gimana mau cepet move on kalau tiap hari aja masih bertatapan.” Bela Niken.
“Coba pikir deh, analogikan ilmu radiofarmasi yang kamu dapat dengan keadaan kamu sekarang.” Ujar Fitri.
“Maksudmu?” Tanya Niken keheranan.
“Iya, coba sekarang aku tanya. Kenapa isotop bisa jadi radioisotop?” Tanya Fitri dengan serius.
“Karena ada neutron yang ditembakkan atau karena adanya partikel yang dipercepat, terus tembakannya itu bikin isotop ga stabil, terus jadi radioisotop deh” Jawab Niken yang semakin bingung dengan tujuan temannya ini.
“Nah, jika diibaratkan nih ya. Isotop itu diri kamu di masa lalu, dan radioisotop itu bentuk diri kamu yang baru. Ketika ada sosok yang membuat dirimu kehilangan kestabilan, belajarlah dari perjalanan radioisotop ini. Ketika kamu mengalami ketidakstabilan hidup, kamu akan mengalami peluruhan, sehingga kamu bagai radioisotop yang tetap memiliki sifat-sifat yang sama seperti kamu apa adanya, tetapi dengan bentuk baru.” Kata Fitri menjelaskan.
“Menurutmu, apakah radioisotop itu lebih berguna?” Tanya Fitri kembali.
“Ya, dan pastinya lebih inovatif.” Jawab Niken dengan tegas.
“Nah, itu maksudku. Belajarlah dari teori pembuatan radioisotop ini. Tumbukan dalam artian masalah ini memang membuat dia tidak stabil. Tapi dampaknya, ketidakstabilannya justru membuat dia menjadi bentuk yang lebih berguna dan berkembang.” Kata Fitri menambahan.
“Aku mengerti maksudmu.” Niken mulai merasa lega.
“So, masih takut sama adanya masalah?” Tanya Fitri.
“Hm… kalau rasa takutku ini bisa jadi motivasi untuk lebih berkembang, tak masalah bukan?” Timpa Niken.
“Aku percaya kamu bisa, teman.” Jawab Fitri sambil tersenyum.
Penulis : Nina Fitriyana