Membongkar Makna di Balik Frasa “I’m Okay Not to Be Okay”

Frasa “I’m okay not to be okay” adalah ungkapan yang telah menjadi sebuah mantra di era sekarang ini. Ungkapan tersebut ternyata mencerminkan bahwa seseorang dapat mengakui ketidakstabilan emosional mereka dan tetap merasa baik-baik saja dengan itu. Dalam artikel ini, kita akan membongkar makna di balik frasa ini, memahami pentingnya penerimaan diri dan kesehatan mental.

I’m okay not to be okay” adalah ungkapan yang memadukan dua konsep yang tampaknya bertentangan, yaitu ketidakstabilan emosional dan kesejahteraan diri. Frasa ini menyoroti bahwa tidak selalu diperlukan untuk selalu merasa sempurna atau bahagia. Orang-orang pun memiliki hak untuk merasa sedih, cemas, marah, atau tidak “baik-baik saja” tanpa menganggap diri mereka sebagai lemah atau rusak.

Pentingnya ungkapan ini adalah pengakuan bahwa kesehatan mental adalah spektrum yang luas. Kesehatan mental tidak selalu berarti merasa senang sepanjang waktu. Sebaliknya, justru ungkapan ini mencakup semua jenis emosi yang normal dan manusiawi.

Menerima ketidakstabilan emosional adalah langkah pertama menuju kesehatan mental yang baik. Orang sering merasa terbebani oleh tekanan untuk selalu tampil sempurna dan bahagia, terutama dalam era media sosial dimana hidup orang lain tampak ideal. Namun, realitasnya adalah bahwa hidup ini tidak selalu harus sempurna.

Ketika seseorang merasa “tidak baik-baik saja,” itu bisa menjadi tanda bahwa mereka memahami diri mereka dengan lebih baik. Mereka mungkin menyadari bahwa mereka perlu berbicara dengan seseorang, mencari dukungan, atau bahkan sekadar memberikan diri mereka izin untuk merasa tidak sempurna.

Mengatakan “I’m okay not to be okay” juga mencakup pentingnya berbicara tentang masalah kesehatan mental. Terlalu sering, stigmatisasi, atau ketidakmengertian tentang masalah kesehatan mental dapat mencegah orang untuk mencari bantuan atau berbicara tentang perasaan mereka.

Membuka diri tentang perasaan dan tantangan yang sedang dihadapi adalah tindakan berani. Hal tersebut berarti mengakui bahwa semua orang, pada satu titik atau lainnya, akan menghadapi masa sulit. Ini juga berarti bahwa mendengarkan dan mendukung teman, keluarga, atau rekan kerja yang mungkin mengatakan “I’m okay not to be okay” adalah hal yang penting. Mendengarkan dengan empati dan tanpa menghakimi adalah langkah pertama menuju pemulihan.

I’m okay not to be okay” juga mengingatkan kita bahwa kesehatan mental adalah perjalanan, bukan tujuan. Tidak ada yang selalu sempurna dalam hal ini. Orang bisa mengalami perbaikan dan kemunduran dalam kesehatan mental mereka, dan itu adalah hal yang normal. Menerima bahwa ada hari-hari ketika kita merasa lemah atau rentan adalah bagian penting dari pemahaman kesehatan mental yang sebenarnya. Hal ini juga merupakan dorongan untuk mencari dukungan dan sumber daya ketika dibutuhkan.

I’m okay not to be okay” adalah sebuah ungkapan yang mengajak kita untuk merayakan kerentanan, keberanian, dan penerimaan diri. Ungkapan tersebut adalah pengingat bahwa kesehatan mental adalah hal yang kompleks dan tidak ada yang harus merasa terjebak dalam peran sempurna.

Dalam dunia yang terus berubah dan dengan tuntutan yang semakin meningkat, penting untuk mengakui bahwa tidak selalu merasa “baik-baik saja” adalah hal yang manusiawi. Frasa tersebut adalah pengingat untuk merayakan diri kita, perasaan kita, dan perjalanan kesehatan mental kita yang unik. Seiring dengan pemahaman dan dukungan, kita dapat belajar bahwa tidak selalu “baik-baik saja” juga bisa menjadi langkah pertama menuju menjadi lebih baik.

Penulis : Aliyya Ilmala Putri

Editor : Amanda Tri Kartika

Uncategorized