Ombakku

Hari ini masuk seperti biasa dengan segala rupa kebosanannya. Guru yang sedang mengajar tak aku hiraukan keberadaannya karena ada satu sosok yang selalu menarik perhatianku. Ia duduk tepat disebelahku. Aku memperhatikan setiap pola tingkah yang ia lakukan. Ia menggerakkan penanya dengan gemulai di atas kertas putih bergaris. Entah apa yang ia tulis. Hal yang begitu saja sudah membuatku hilang fokus. Ragaku memang di kelas, namun pikiranku menembus ruang ini dan keluar melewati batas.

Aku selalu penasaran dengan segala gerak-gerik yang ia kerjakan. Ya, mungkin aku gila, seperti seseorang yang terobsesi padanya. Ia.. Layaknya ombak yang terlihat garang dari jauh, namun senantiasa memanjakan pasir di tepi pantai. Tak ada yang bisa mengenal dirinya lebih baik daripada dirinya sendiri. Aku bahkan bisa salah sangka ketika melihatnya. Ia terlalu sulit untuk ditebak. Bagiku, jalan pikirannya sungguh menakjubkan.

Dia.. Layaknya ombak.

Kita tak pernah tahu kapan ombak itu datang. Bahkan seorang pelancar hebat pun kadang keliru menilai kondisi ombak. Sungguh ia pandai berperilaku, membuat semua orang menantikannya.

Dia.. Layaknya ombak.

Menerjang semua yang menghadang tanpa takut kalah. Tanpa takut terhantam batu karang yang keras. Membuat semua orang terbakar oleh semangat pantang menyerahnya.

Tiba-tiba ia bertanya padaku.

“Ada yang aneh di wajahku?”

Aku tersentak. Terdiam. Hanya bisa menggelengkan kepala.

Tak berani lagi aku melihat ke arahnya. Malu. Aku ke-gap. Sial.

“Krrrrrriiiiinggggg….”

Bel istirahat berbunyi. Ia bergegas keluar kelas. Tak lama dari itu, sahabatku masuk ke dalam kelas. Dia berbeda kelas denganku, tapi dialah yang paling mengerti aku dan selalu menjadi pendengar setiap aku curhat.

“Kantin yuk…” kata sahabatku.

“Gak ah, aku malu..” kataku sambil menutup wajah dengan kedua tanganku.

“Apaan sih kamu? Malu kenapa lagi? Tumben punya malu, biasanya juga ga tahu malu,” celetuknya.

“Tadi aku ketahuan lagi ngeliatin ‘dia’ tauuu,’’ kataku teringat kembali kejadian tadi dan membuatku semakin malu.

“Hahahahha.. Pantes kamu jadi begini,” katanya terbahak-bahak.

Ishh.. Sahabatku ini doyan banget ngelihat aku susah. Tanpa basa basi, aku pun membalasnya dengan menyumpal mulut terbukanya dengan kertas, sehingga membuatnya  tersedak.

“Hahaha… Kasihan deh keselek kertas!”

Akupun tertawa tak kalah hebohnya.

“Awas ya kamu! Ya udah deh, aku ke kantin sendiri aja,” katanya sambil beranjak pergi.

Setelah ‘gangguan’ itu pergi, pikiranku kembali melayang.

Kalau dipikir-pikir lagi tadi mukanya lucu juga ya..

Ahh… Dia selalu berhasil menjajah isi otakku.

“Krriuukk…”

Perutku mulai memberikan sinyal bahwa dia membutuhkan asupan gizi yang cukup saat ini. Yang benar saja, aku memang dari pagi tidak menyentuh makanan sedikitpun.

Kulihat jam tanganku, masih ada 10 menit tersisa. Tanpa berpikir panjang aku langsung berdiri dan keluar dengan terburu-buru. Tali sepatuku lepas dan terinjak.

“BRUUKKK!!”

Aku terjatuh.

“Kok sial banget sih aku hari ini!”

Aku ngedumel dan menunduk untuk mengikat tali sepatuku.

Bagaikan malaikat, tiba-tiba ada tangan gagah yang langsung mengambil alih tali sepatuku, dengan telaten dia mengikat tali sepatuku.

Yap.. Tepat sekali, dia datang bagaikan ombak yang dirindukan sang pelancar hebat. Selesai mengikat tali sepatuku, dia langsung memberikan kantong plastik putih yang dia jinjing dari luar kelas.

“Nih buat kamu..”

Deg!

“Ini…”

Aku mendadak gagap. Dadaku berdegup kencang seakan mau copot.

Ada apa dengan stok oksigen di sekitar sini? Rasanya aku butuh CPR.

Tanpa perlu aku buka, aku sudah tau bahwa ini adalah batagor. Makanan kesukaanku.

“Kamu belum makan kan? Itu buat kamu. Kebiasaan. Jangan suka telat makan,” katanya sambil memukul pelan kepalaku.

“Ngg…hehehe, iya.”

Ini beneran buatku? Beneran dia ngasih ini buat aku? Aku mimpi apa semalam?

Bodohnya aku tak bisa berkata apa-apa lagi.

“Cepet dimakan! Bentar lagi masuk.”

“Hmm..makasih ya,” kataku tersipu malu.

“Oh iya, itu batagornya jadi 50.000 ya! Plus ongkos delivery,” katanya sambil memasuki kelas dengan tersenyum licik.

“HAH?!!!!!”

Menyebalkan…. Dia tak bisa kutebak.

Penulis,

Raja Adhea

Cerpen