Paradigma IPK tinggi sama dengan mudah kerja, saat ini sepertinya harus diluruskan kembali, seiring banyaknya hasil jajak pendapat (survey) terhadap perusahaan yang dilakukan berbagai lembaga survey di berbagai Negara yang menunjukkan hal tersebut sudah tidak relevan. Bukan hanya kemampuan akademis yang menjadi pertimbangan namun juga kemampuan non akademis
yang dikenal dengan istilah softskill.
The annual global Talent Shortage Survey dari ManpowerGroup menemukan bahwa hampir 1 dari 5 pengusaha di seluruh dunia tidak bisa mengisi posisi karena mereka tidak dapat menemukan orang-orang dengan soft skill. Secara khusus, perusahaan mengatakan calon kurang motivasi, keterampilan interpersonal, penampilan, ketepatan waktu dan fleksibilitas.
Kenapa softskill menjadi begitu penting? Fenomena ini diungkapkan oleh Teicher (1999) yang mengungkapkan :
1. Kemampuan mengatasi ketidakpastian (uncertainty) merupakan kunci untuk bertahan di dunia kerja
2. Pengetahuan yang spesifik memiliki kecenderungan cepat menjadi usang (obsolete), di sisi lain keterampilan umum yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah dalam konteks professional dan ketidakpastian pasar kerja harus menjadi dasar sistem belajar mengajar di pendidikan tinggi
3. Persyaratan dunia kerja dewasa ini menunjukkan harmoni antara ekonomi neoliberal yang global dan peningkatan tanggung jawab sosial serta solidaritas secara bersamaan
4. Bergesernya anggapan bahwa pendidikan tinggi mempersiapkan seseorang untuk bekerja menjadi mempersiapkan seseorang untuk hidup lebih baik, karena kompetensi yang dibutuhkan untuk bekerja saat ini begitu luas dan kompleks sehingga mempunyai hubungan langsung dengan kebutuhan untuk kehidupan itu sendiri
5. Persyaratan kerja yang baru tampak semakin universal
Berdasar hasil survey Nasional Assosiation of Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa Indeks Kumulatif Prestasi (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting dalam dunia kerja. Yang jauh lebih penting adalah sotfskill antara lain kemampuan komunikasi, kejujuran, kerjasama, motivasi, kemampuan beradaptasi dan kemampuan interpersonal dengan orientasi nilai pada kinerja yang efektif.
Sementara hasil survey yang dilakukan di Inggris terhadap 198 pimpinan perusahaan menunjukkan kemampuan menguasai diri dan daya analisis lebih diprioritaskan dibandingkan dengan kemampuan akademis pada tahap perekrutan pegawai. Ketika diminta menyusun 30 kompetensi yang dibutuhkan atau diinginkan oleh atasan, kemampuan teknis menempati posisi ke 24 sementara peringkat pertama adalah komukasi yang efektif. Kemampuan bekerja dalam tim menempati peringkat 3, percaya diri ada di peringkat 5, kemampuan analisis peringkat 6, sementara peringkat 2 adalah kemampuan berhitung.
Survey yang dilakukan selama Juni 2012- juni 2013 yang dirilis dari online jobs ads menunjukkan 10 softskill yang paling dibutuhkan adalah : komunikasi, kemampuan berorganisasi, menulis, kepemimpinan, customer service, menyelesaikan masalah (problem solving), Microsoft excel, perencanaan, Microsoft office, managemen.
Untuk sarjana Indonesia salah satu softskill penting yang tidak terdapat dari data survey luar adalah kemampuan berbahasa Inggris, kondisi ini semakin penting dengan akan dibukanya pintu gerbang antar Negara ASEAN tahun 2015 mendatang.
Merujuk pada data-data hasil survey ini menunjukkan bahwa dalam mengejar gelar sarjana, mahasiswa tidak boleh berpuas diri hanya duduk di kelas, laboratorium dan perpustakaan, namun di tuntut untuk memanfaafkan waktu dalam pengembangan kemampuan diri atau meningkatkan softskill sebagai kemampuan yang diinginkan pencari kerja.
Sumber :
http://www.manpowergroup.us/campaigns/talent-shortage-2013/
oleh : Syarif Hamdani