Di suatu sore kelabu menjelang malam minggu, Asma, seorang mahasiswi jurusan farmasi masih berkutat di depan laptop. Jemarinya tak berhenti mengetik sembari memfokuskan mata lelahnya pada layar monitor.
“Harus kuselesaikan hari ini, baru ku pergi” gumamnya.
Hanya Asma yang masih berada di perpustakaan sore itu. Dia harus menyelesaikan tugas mata kuliah Metode Pemisahan. Tugas yang sebenarnya bisa saja dia kerjakan nanti. Ini sedang weekend, tapi dia bersikeras ingin menyelesaikan saat itu juga. Dia punya rencana di weekend ini. Rencananya dia tak seperti kebanyakan anak muda yang hangout, nonton, karaoke, dan sebagainya. Dia ingin mengikuti acara tahajud bareng di suatu mesjid. Dia sangat ingin mengikuti acara tersebut. Asma bukanlah wanita berjilbab. Entah kesambet malaikat darimana, akhir-akhir ini dia selalu mengikuti acara rohani Islam.
Asma melirik jam di dinding. Sebentar lagi maghrib. Dia harus bergegas. “err…metode pemisahannnnn…” Asma meracau.
Sekelebat dalam racauannya, ingatannya terbawa mesin waktu ke masa lalu. Masa dimana dia masih berpacaran dengan Riefa. Melihat sunset di pantai bersama Riefa. Naik tebing bersama Riefa. Bersepeda bersama Riefa. Riefa, Riefa, dan Riefa.. Asma mulai memukul-mukul kepalanya yang tak bersalah. Dia tak ingin mengingat Riefa lagi, namun sosok itu muncul.. Lagi..
“Duh.. Kenapa jadi kepikiran dia sih? Enyah kauuuu” teriak Asma menggila. Untung saja tak ada yang melihat saat itu. Kalau tidak, mungkin Asma disangka kesurupan.
Asma menyenderkan tubuh ke belakang sejenak. Memejamkan mata. Berharap sosok Riefa ini bisa dipisahkan dengan Metode Pemisahan yang dia pelajari saat ini. Baginya, Riefa adalah senyawa yang tercampur dalam neuron otaknya dan menjadi azeotrop. Butuh teknik khusus untuk memisahkan senyawa ini. Teknik yang dia tahu adalah dengan membenci Riefa. Asma benci Riefa. Dia buyarkan kenangan indah bersama Riefa. Kenangan itu berganti dengan rekaman ketika Riefa mengaku sudah punya wanita lain. Riefa selingkuh. Riefa berpacaran dengan yang lain ketika 3 bulan sebelum mereka putus. Secepat kilat, adrenalin Asma naik. Dia lalu membuka mata dan dengan nafsunya kembali mengetik bagaikan superhero The Flash. 10 menit kemudian, tugasnya selesai. Setelah mematikan laptop, dia sedikit berlari ke parkiran. Menyalakan motor matic-nya yang kumal dan ngebut menuju mesjid.
Sesampainya di mesjid, dia langsung pakai jilbab instan yang sudah disiapkan di tasnya. Lalu memasuki mesjid. Hatinya galau lagi. Riefa tak serta merta terpisahkan dari otaknya dengan metode yang dia pikir jitu. Riefa muncul lagi. Asma mendengarkan tausiyah, tapi tetap memikirkan Riefa. Saat itu Ustadz di sana sedang berceramah tentang putus cinta. Makin galaulah Asma. Mesjid ini emang beda dari mesjid lainnya. Topik yang diangkat adalah permasalahan anak muda. Ustadznya pun tak pakai kopeah dan baju koko. Cukup kaos bertuliskan ‘Pemuda Hijrah’ dan kupluk di kepala.
“Libatkan Tuhan ketika kau merasa sedih” kata sang Ustadz.
Kalimat itu terngiang-ngiang di telinga Asma. Dia malu. Selama ini tak melibatkan Sang Pencipta ketika bermasalah. Dia sering lupa sholat. Ada masalah, bisanya meraung-raung, banting barang, kesal sendiri. Ada masalah, dipakai karaokean, hedonism, ngedugem, dan sebagainya. Memang, sejenak masalahnya hilang tapi tak menyelesaikan. Bukan solusi. Sama halnya dengan Riefa. Riefa akan jadi masalah seterusnya jika Asma tak melibatkan Tuhan. Seketika wajahnya terbenam di telapak tangannya yang mungil. Kelenjar lakrimalnya berproduksi dengan deras namun Asma tak bersuara sedikitpun.. Asma merasakan kesedihan yang nikmat. Kesedihan pada tempatnya. Dalam hatinya, menjalar ketenangan yang tiba-tiba. Wajahnya tergurat senyum dari mata sembabnya. Lalu dia pulang meninggalkan mesjid dengan langkah ringan.
….
Asma berdiri mematung di parkiran sebelum pulang. Dalam kerumunan, 5 meter di depannya dia melihat Riefa..
….
Riefa dengan jaket abunya sedang berjalan seakan mencari-cari seseorang. Lalu matanya menangkap Asma dalam keramaian. Mereka saling menatap beberapa detik. Tak lama, seorang gadis berjilbab menghampiri Riefa dan menggelayutkan tangannya ke lengan atas Riefa. Asma membalikkan badan. Hatinya seperti disengat lebah..tapi irama jantungnya teratur lagi. Tenang setenangnya.
“Aneh…” gumamnya.
Asma tersenyum. Dia tak cemburu. Dia tahu Riefa bersama selingkuhannya. Tapi dia tak dendam lagi. Dia merasa beruntung putus dari Riefa. Lelaki penyelingkuh tak pantas bersanding dengannya…sepertinya azeotrop bernama Riefa kali ini bisa dia pisahkan dari neuron otaknya. Asma berbalik lagi, menatap Riefa yang masih mencuri pandang kepadanya. Dia tersenyum pada Riefa. Lalu melenggang pergi..meninggalkan jejak Riefa disitu. Meninggalkan Riefa yang terbengong-bengong melihat Asma tersenyum. Memisahkan Riefa dari bagian hidup dan masa depannya. Memisahkan Riefa dari neuron otaknya. Dan tak kan tercampur lagi.
Oleh Marliana
cukup bagus mar
kok ak pengen ngakak ya bacanya.. :’)
cerpen pertama..artikel pertama.