3 Tahun berlalu setelah wabah Covid-19 melanda di dunia menjadikan transformasi digital berlangsung cepat dan mengharuskan pemerataan penggunaan teknologi informasi komunikasi (TIK), termasuk bidang kesehatan yang salah satunya yaitu bidang pelayanan kefarmasian berbasis internet.
Saat ini, media sosial secara tidak langsung menyediakan ruang untuk berdiskusi tentang kondisi kesehatan seseorang walaupun tanpa adanya andil dari tenaga kesehatan. Bahkan, beberapa pasien dan keluarganya membagikan pengalaman mereka kemudian memberikan edukasi kepada orang lain yang memiliki kondisi serupa setelah mencari dan mengumpulkan informasi dari media sosial, contohnya dalam bentuk tulisan yang tertuang pada platform google, whatsapp, facebook, twitter, dll. Dan juga dalam bentuk lisan/menampilkan video yang tertuang pada plarform youtube. Ada peningkatan minat di antara pasien untuk terhubung dengan penyedia layanan kesehatan mereka melalui saluran komunikasi media sosial. Lebih dari separuh pasien ingin penyedia layanan kesehatan mereka menggunakan alat media sosial untuk berkomunikasi dan membantu mengelola kondisi kesehatan.
Akan tetapi, kemudahan dalam memperoleh dan membagikan informasi ini seringkali menjadi penyebab seseorang tidak tepat dalam melakukan pengobatan dan pemeriksaan kesehatan mandiri. Padahal, adanya konsep user-generated content, menyebabkan informasi kesehatan yang beredar di media sosial mungkin berada diluar jangkauan tenaga kesehatan sehingga ketepatan dan kebenaran informasi tidak dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
Menanggapi permasalahan kesehatan yang berhubungan dengan populernya media sosial, berbagai penelitian kemudian dilakukan untuk membuktikan apabila tenaga kesehatan berperan besar dalam mengatasi permasalahan yang ada. Beberapa diantaranya memberikan hasil bahwa media sosial dapat digunakan sebagai media komunikasi antara masyarakat, pasien, dan tenaga kesehatan untuk membahas isu-isu seputar kesehatan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan. Terdapat studi yang menyatakan bahwa salah satu media sosial yaitu Facebook dapat digunakan sebagai media untuk menyebarkan informasi seputar obat.
Salah satu tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan dalam bidang kefarmasian adalah Apoteker. Menurut ‘Kode Etik Apoteker Indonesia’ pasal 7, “seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya” dimana pemberian informasi tersebut harus dengan cara yang mudah dimengerti serta yakin apabila informasi tersebut sesuai, relevan, dan up to date. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap obat.
Terdapat satu penelitian terkait penggunaan media sosial oleh apoteker di Indonesia yang baru-baru ini telah dipublikasikan pada tahun 2019 dengan judul “The contemporary role and potential of pharmacist contribution for community health using social media”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas farmasis dalam menggunakan media sosial dan mengeksplorasi potensi kontribusi farmasis menggunakan media sosial menggunakan pendekatan kualitatif dengan model focus grup discussion (FGDs). Adapun hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa secara umun farmasis menggunakan media sosial untuk keperluan pribadi dan praktik kefarmasian. Misalnya WhatsApp sebagai platform utama yang dipakai responden seringkali digunakan untuk media berkomunikasi. Responden juga menyatakan bahwa mereka menggunakan Instagram untuk keperluan profesional akan tetap kecenderungan penggunaan platform tersebut adalah untuk berbagi dan menyimpan gambar yang menarik. Adapun peluang penggunaan media sosial di masa depan menurut responden mungkin dilakukan, akan tetapi banyak hambatan yang mungkin dihadapi seperti tambahan biaya, waktu, dan adanya gangguan privasi.
Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi memberikan informasi bahwa 48% responden yang memiliki media sosial memanfaatkannya untuk mencari informasi kesehatan dengan alasan media sosial memiliki berbagai fasilitas yang memudahkan pencarian informasi kesehatan (Rosini dan Siti N., 2018). Survei tersebut juga menyatakan setidaknya 38.9% responden pernah memperoleh broadcast informasi kesehatan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa masyarakat telah mendapatkan kemudahan dalam memperoleh dan membagikan informasi kesehatan melalui media sosial.
Penulis : Annisa Nurul Fadila
Editor : Annisa Nurul Fadila