Tahukah Anda bahwa konsumsi daging sapi bisa menyebabkan antraks? Antraks adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri bernama Bacillus anthracis. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius dalam beberapa tahun terakhir karena kemampuannya untuk menyebar dengan cepat dan memiliki potensi untuk menyebabkan kematian dalam jumlah besar.
Antraks disebabkan oleh spora Bakteri Bacillus anthracis yang ada di tanah dan hewan. Manusia biasanya terinfeksi melalui tiga jalur utama:
- Melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi;
- Melalui paparan langsung terhadap spora antraks; atau
- Melalui konsumsi produk hewan yang terkontaminasi.
Pada manusia, antraks dapat terjadi dalam tiga bentuk utama: antraks kulit, antraks paru, dan antraks usus. Antraks kulit adalah bentuk paling umum dan umumnya terjadi ketika spora masuk melalui luka terbuka pada kulit. Antraks paru terjadi ketika spora antraks dihirup dan mencapai paru-paru. Bentuk ini lebih berbahaya dan bisa menyebabkan pneumonia yang parah. Antraks usus terjadi ketika spora antraks tertelan dan berkembang biak di saluran pencernaan.
Seperti yang terjadi baru-baru ini tepatnya di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Dareah Istimewa Yogyakarta (DIY). Diketahui, salah satu warga meninggal dan puluhan lainnya positif antraks seusai mengonsumsi daging sapi yang sebelumnya terjangkit antraks pada Selasa, 4 Juli 2023. Ternyata kasus ini bukan pertama kalinya terjadi di daerah tersebut, melainkan pernah muncul sebelumnya di tahun 2019, 2020, 2021, dan 2022. Dilansir dari CNN Indonesia, disebutkan bahwa warga terkonfirmasi positif antraks sempat mengonsumsi daging sapi yang mati karena sakit. Sapi yang sudah mati kemudian disembelih dan dagingnya dibagikan kepada 125 orang warga desa setempat.
Gejala yang terjadi pada warga positif antraks bervariasi tergantung pada bentuk penyakitnya. Pada antraks kulit, lesi berwarna hitam yang terasa gatal dan nyeri. Antraks paru biasanya dimulai dengan gejala seperti flu, termasuk demam, batuk, nyeri dada, dan sesak napas. Antraks usus ditandai dengan mual, muntah, sakit perut, dan diare yang berdarah.
Diagnosis antraks melibatkan analisis sampel yang diambil dari daerah yang terinfeksi atau melalui tes darah untuk mendeteksi keberadaan bakteri atau antibodi yang dihasilkan tubuh dalam merespons infeksi.
Antraks dapat menyebar secara zoonosis atau dapat menular dari hewan ke manusia, tetapi tidak untuk antarmanusia. Penyebarannya dapat melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi, mengonsumsi daging hewan yang positif antraks, paparan terhadap spora antraks, atau melalui luka yang terbuka dapat mempermudah masuknya penyakit antraks ini.
Kementerian pertanian mengantisipasi penyakit antraks yang terjadi di Gunungkidul, Yogyakarta melalui empat langkah pengendalian. Salah satunya menyuntik antibiotik pada hewan ternak yang sehat, kementerian pertanian juga melakukan vaksinasi antraks pada hewan, lintas penjualan dari daerah terinfeksi dibatasi, kemudian dilakukan dekontaminasi dengan desinfektan kuat.
Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut juga perlu mengikuti langkah-langkah pencegahan yang disarankan, seperti menghindari kontak dengan hewan yang mati secara tiba-tiba dan melaporkan kematian hewan yang mencurigakan.
Pengobatan antraks pada manusia yang terlanjur positf, melibatkan penggunaan antibiotik seperti penisilin, ciprofloxacin, atau doxycycline. Pengobatan harus dimulai sesegera mungkin setelah diagnosis untuk meningkatkan peluang kesembuhan. Pengobatan pendukung juga penting untuk mengelola gejala dan mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi.
Antraks adalah penyakit menular yang serius dan potensial mematikan. Penyebarannya melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi atau melalui spora antraks yang tersebar dalam lingkungan menjadi ancaman kesehatan global yang signifikan. Untuk mengendalikan antraks, langkah-langkah pencegahan seperti vaksinasi, penghindaran kontak dengan hewan yang terinfeksi, dan penggunaan antibiotik yang tepat diperlukan. Pemahaman yang lebih baik tentang antraks dan upaya kolaboratif di tingkat nasional dan internasional diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah penyebaran penyakit ini.
Penulis : Neng Elinnia Alsrilani
Editor : Amanda Tri Kartika
Referensi