Balkon

Balkon


Tatapan lelaki itu masih tidak berpindah, begitupun dengan gadis yang di hadapannya. Keduanya saling memandang manik satu sama lain. Sudah lima menit berlalu, terbuang percuma dan mereka masih setia pada posisi mereka masing-masing. Berbeda dari lelaki yang sedang menunggu jawaban, gadis di hapannya hanya berdiri, mematung, tatapannya nyaris kosong. Untung saja tidak ada orang lain di balkon itu selain mereka. Mereka akan dianggap aneh jika ada yang melihat posisi mereka saat itu.

“Lisa!!” seru lelaki itu membuyarkan lamunan Lisa, gadis di hadapannya.

“Ah iya?” Lisa tergagap begitu Leo memanggil namanya.

“Bagaimana?” seru Leo, lagi.

Alih-alih menjawab pertanyaan lelaki di depannya, Lisa malah berbalik lalu pergi tanpa meninggalkan sepatah kata pun untuk lelaki itu.

***

Lisa membolak-balikkan halaman buku yang dipegangnya tanpa ada niat untuk membacanya. Pikirannya masih mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Leo saat di balkon tadi. Bukannya ia tak ingin menjawabnya, hanya saja ia sendiri pun bingung jawaban seperti apa yang akan diberikannya. Hatinya berdegup kencang, sungguh. Pengakuan Leo benar-benar menjadi ‘hot news’ bagi dirinya sendiri. Bagaimana tidak? Leo mengatakan bahwa ia menyukai Lisa sejak lama.

Tanpa sadar Lisa tersenyum mengingat bagaimana Leo mengatakannya dengan lancar namun raut wajahnya terlihat gugup. Spontan, khayalan-khayalan indah tentang dia dan Leo bermunculan dipikirannya. Namun, sedetik kemudian senyuman Lisa dan khayalan-khayalan indahnya sirna begitu percakapannya dengan Sara terlintas dipikirannya. Sara mengatakan padanya bahwa ia menyukai Leo, lelaki yang siang tadi mengakui perasaan terhadap Lisa.

Pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, ia menyukai Leo juga, tapi di sisi lain Sara, temannya juga menyukai Leo. Bagaimana nanti perasaan Sara jika mendengar kabar bahwa ia dan Leo menjalin hubungan khusus? Pasti sangat hancur. Memikirkannya saja sudah membuat Lisa merasa bersalah.

“ahhh pusing-pusing” racaunya.

***

Sudah enam hari sejak pengakuan Leo padanya tapi ia tidak memberikan jawabannya pada Leo. Yang dia lakukan adalah berusaha menyibukkan diri dengan segala kegiatan organisasi dikampus yang diikutinya, mendadak menjadi anak paling rajin diorganisasi. Dia yang biasanya bolos rapat kini menjadi orang pertama yang datang ke tempat rapat, demi melupakan Leo dari hatinya juga pikirannya. Tapi, usahanya sia-sia, hatinya benar-benar tidak ingin bekerja sama dengan logikanya. Diam-diam ia memandangi Leo dari jauh. Dia tidak ingin Leo melihatnya juga, meskipun hatinya ingin. Hanya memandangi Leo dari jauh sudah cukup baginya.

mencintai dalam diam itu tidak buruk, bukan?

***

“Sa, bisa bicara sebentar?” Leo tiba-tiba muncul dihadapan Lisa, entah dari mana datangnya.

Lisa mencoba mencari kata yang pas untuk menolak ajakan Leo, tapi begitu kata itu keluar dari mulutnya, ia merutuki diri sendiri, bukannya menolak, kata-kata yang keluar malah “ya, bisa”. Spontan, tanpa aba-aba, dengan sedikit tergagap.

“Baiklah, ikut aku” Leo menarik lembut tangan Lisa sambil tersenyum.

astagaa, bagaimana bisa dia memiliki senyum semanis itu?!1

Mereka berjalan menuju balkon, tempat dimana Leo menyatakan perasaannya pada hari itu. Suasana balkon hari itu juga sepi. Perasaan Lisa semakin tak karuan, perutnya mulai terasa mulas, tanda bahwa ia sedang gugup.

 “Ehm, tentang waktu itu, gimana Sa, kamu mau jadi pacar aku?” Leo membuka pembicaran begitu mereka sampai balkon. To the point.

Ahh bagaimana ini?!!

Lisa menundukkan kepala, menggigit bibirnya, semakin gugup. Sementara di depannya, Leo menunggu jawaban darinya, berharap sesuai dengan keinginannya.

 “Maaf aku tidak bisa menerimamu sebagai pacarku. Sara temanku menyukaimu, Aku tidak bisa mengkhianati temanku sendiri” akhirnya Lisa membuka mulutnya setelah beberapa menit Leo menunggu. Namun, kata-kata yang dilontarkan Lisa bukanlah apa yang diharapkan oleh Leo.

***

Leo berdiri mematung ditempatnya, sedang Lisa berjalan menjauh tanpa berbalik lagi, seperti halnya dihari Leo menyatakan perasaannya. Tapi kali ini rasanya tidak seburuk hari itu. Kalimat yang dilontarkan Lisa setelah kata maaf itu cukup untuk membuat jantung Leo berdetak lebih kencang dan spontan membuatnya tersenyum setengah tertawa. Tangannya terkepal menahan agar teriakan dalam hatinya tidak mencuat keluar.

 “Dan, aku menyukaimu juga Leo, jauh sebelum kamu menyatakan perasaanmu.

Ah! IA TIDAK BENAR-BENAR DITOLAK, LISA JUGA MENYUKAINYA!!

 

Penulis,

Viktoria Bubu

Cerpen