Fall In Love With You

Suara notifikasi handphoneku berdering. “Pesan dari siapa?” pikirku yang langsung mengambil handponeku. Ada sebuah Direct Messages dari aplikasi instagramku yang tertera di layar handphone saat aku membukanya.
“Assalamualaikum” kalimat yang mengisi kolom pesan.
“Waalaikumsalam” balasku.
Tidak lama kemudian muncul balasan pesan di layar. “Temen kuliahnya Anissa ?”
“Iyaaa, kenapa emangnya?”
“Perkenalkan namaku Ahmad, oh ya aku juga teman SMA-nya Anissa,”
“Salam kenal namaku Mala, kamu bisa memanggilku Lala”
“Salam kenal juga Lala… Oh ya waktu Anissa upload foto kalian di instagram, aku sempat menanyakan akun social mediamu lalu dia juga suka bercerita soal kamu kepadaku”
“Wah ternyata aku sering jadi bahan perbincangan ya” seruku sambil tertawa saat membaca kalimat balasannya.
“La, aku boleh meminta nomor handphone mu” tanyanya tiba-tiba.
“Boleh, Ahmad” jawabku sambil mengirimkan nomor handphoneku.
***
Sejak saat itu, kami terus berkomunikasi baik itu lewat chat Whatshapp maupun Direct Messages di Instagram. Tiga bulanpun berlalu tanpa disadari. Selama itu, kami sering memberi kabar dan perhatian. Meskipun tanpa pernah bertemu sebelumnya ataupun melihat wajahnya, ada perasaan yang berbeda yang aku rasakan setelah mengenalnya. “Ah.. Apakah ini yang dinamakan dengan kenyamanan pada seseorang yang belum pernah kita temui sebelumnya?” pikirku sembari mengingat moment kebersamaan kami.
“La.. Kita kan sudah kenal selama 3 bulan, tapi aku tidak pernah mengenalmu dan melihat wajahmu secara langsung, bolehkah kita bertemu? Kita bisa bertemu dan nonton film bersama di bioskop, kamu mau kan ?” tanyanya penuh harap.
“Nanti aku pikirkan dulu ya, Ahmad” jawabku sambil memegang dada yang saat ini terasa begitu kencang degup jantungnya.
“Oke aku tunggu ya La. Kamu tenang saja, aku hanya ingin mengenalmu secara langsung. Jangan takut ya, kamu bisa tanyakan sifatku kepada Anissa jika kamu merasa tidak yakin”.
“Iya, Ahmad. Maaf ya aku belum pernah pergi hanya berdua dengan laki-laki, apalagi belum pernah bertemu sebelumnya. Aku harap kamu bisa mengerti, Ahmad”.
“Iya La, aku mengerti sekali. Aku tunggu kabar baiknya”.
***
“Niss” panggilku.
“Eh Laa, sini deh aku mau menanyakan sesuatu nihh” ucapnya sambil menarik tanganku.
“Ada yang mau aku tanyakan juga Niss, tapi kamu dulu deh” timpalku sambil tersenyum.
“Oh iya, gimana kabar kedekatanmu dengan Ahmad? Kalian masih sering berkomunikasi kan?” tanya Nissa tampak amat sangat penasaran.
“Masih kok Niss… tapi, ada yang membuatku bingung” ucapku sambil menghela nafas.
“Apa yang membuatmu bingung Laa?” tanya Nissa tak mengerti.
“Ahmad mengajakku bertemu. Tapi aku takut Niss, aku takut dengan orang yang belum pernah aku temui sebelumnya apalagi aku belum pernah melihat wajahnya sama sekali. Aku bingung Niss, menurut kamu gimana Niss?” ungkapku dengan wajah frustasi.
“Aduh… Aku pikir kenapa,” ucapnya sambil tertawa. “Kamu tenang saja Laa, aku kenal dia udah lama. Dia oranya baik, ramah, ibadahnya juga rajin, aku jamin dia akan menjadi salah satu lelaki tipemu” ucapnya sambil menggodaku.
“Ya sudah deh kalau gitu, aku akan bertemu dengan Ahmad. Makasih ya Niss saran dan pendapatnya” ucapku sambil tersenyum.
Setelah aku memutuskan untuk bertemu dengan Ahmad secara langsung, kami pun sepakat untuk pergi ke salah satu mall yang ada di kota Bandung untuk menonton film bersama di bioskop. Pada hari yang telah kami sepakati, Ahmad menjemputku.
“Laa…Aku sudah di depan kostan mu, kamu sudah siap?” tanyanya melalui pesan singkat di whatshapp.
“Iya Ahmad, sebentar lagi aku ke depan” jawabku sambil deg-degan.
Akhirnya setelah tiga bulan berkenalan melalui media social tanpa pernah bertemu sebelumnya, akupun bisa bertemu Ahmad secara langsung. Ternyata, Ahmad merupakan sosok laki-laki yang tinggi, badan kecil, mata sipit dan berkulit sawo matang. Sosok itulah yang ada dalam benakku kala melihatnya untuk pertama kali. Sesampainya di Mall tempat kami menonton film di bioskop, aku tidak banyak bicara bahkan menatap wajahnyapun aku tidak berani. Yang ada di pikiranku saat itu ialah pertanyaan akan bagaimana aku harus bersikap, memulai pembicaraan dan segala hal yang semakin lama membuatku makin bingung sendiri. Untunglah, Ahmad terus mencoba berbicara kepadaku agar suasana tidak begitu hening dan membosankan. Setelah selesai menonton film, Ahmad mengajakku untuk menunaikan ibadah sholat. Akan tetapi pada saat perjalanan ke mushola yang ada di mall, Ahmad tampak seperti kebingungan.
“Kamu kenapa Ahmad” tanyaku saat menyadari wajah bingungnya.
“Dompetku tidak ada La. Perasaan tadi ada di saku celanaku, tadi juga aku sempat mengeluarkan uang untuk membayar tiket nonton. Tapi setelah itu aku masukkan lagi ke dalam saku celanaku. Kamu lihat juga kan La tadi saat aku memasukan dompet ke dalam saku celana ?” tanyanya sambil terus mencari dompetnya di sekitar bioskop.
“Iya Ahmad aku tadi juga melihat kamu memasukanya kembali ke dalam saku celanamu” jawabku yang ikut panik.
Kemudian Ahmad dan aku menghampiri petugas studio bioskop tempat kami menonton film dan mencari dompetnya yang hilang. Setelah mencari ke berbagai sudut di studio tersebut, pada akhirnya dompet Ahmad benar-benar hilang sehingga kamipun melaporkan hal tersebut pada satpam yang ada di bioskop dan dimintai beberapa keterangan untuk membuat surat kehilangan. Selama kejadian itu berlangsung, aku benar-benar terus panic berbeda dengan Ahmad yang terlihat sangat tenang. Selepas di mintai keterangan aku dan Ahmad pergi ke mushola untuk menunaikan ibadah sholat yang sempat tertunda tadi. Dari situ, aku mengingat perkataan Anissa mengenai sosok Ahmad dan aku menyetujui. Di mataku, Ahmad merupakan sosok orang yang taat dan tidak melupakan kewajibannya beribadah dimanapun ia berada dan dalam kondisi apapun. Selain itu, Ahmad juga merupakan sosok yang tenang dalam menghadapi masalah.
“La.. Tadi aku lihat kamu panic banget waktu tahu dompetku hilang” seloroh Ahmad sambil tertawa setelah kami menyelesaikan ibadah sholat.
“Iya aku panic banget. Aku merasa bersalah gara-gara kamu bertemu denganku dompetmu jadi hilang di bioskop” ucapku menunduk bersalah.
“Tidak apa-apa kok La… Kamu jangan panik, kamu juga tidak perlu merasa bersalah. Mungkin itu bukan rezekiku, aku juga sudah ikhlas. Di dalam dompetku memang ada uang dan kartu-kartu penting lainnya, tapi aku tidak apa-apa La. Uang bisa di cari. Kartu-kartu bisa di buat lagi, tapi kalau kamu yang hilang tidak ada gantinya” selorohnya yang membuat seluruh wajahku memerah panas dan berakhir salah tingkah.
***
Sejak saat itu, hubungan kami semakin dekat. Kami sering memberi kabar, berbagi ilmu, dan bertukar pendapat. Sesekali saat ada waktu luang kami menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama di luar. Pada suatu hari, Ahmad menghubungiku dengan maksud ingin bertemu dan membicarakan sesuatu padaku. Aku hanya bisa mengiyakan ajakannya dengan diliputi keheranan.
“Ahmad, ada hal apa yang mau kamu bicarakan kepadaku ?” tanyaku akhirnya saat kami sudah bertemu.
“Jadi begini La…” jawab Ahmad yang memulai penjelasannya.
“Sejak pertama kali aku mengenalmu, ada perasaan berbeda yang aku rasakan. Aku merasa tenang jika di dekatmu, aku merasa nyaman bila bersamamu, aku ingin kamu menjadi salah satu bagian dari cerita hidupku, aku menyayangimu La” lanjutnya dengan menatapku dalam dan penuh harap
“Hmmmm… Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan” lirihku yang masih mencerna perkataannya.
“Aku tidak akan mengajakmu berpacaran La. Aku ingin kita menjalin sebuah komitmen, aku ingin menjagamu, menyayangimu, dan membimbingmu dengan caraku. Aku serius denganmu, Laa” ucapnya lagi dengan lebih meyakinkanku.
“Aku juga merasa nyaman bila bersamamu, tapi aku tidak yakin dengan perasaanku Ahmad” ungkapku dengan perasaan bersalah dan tak enak.
“Aku mengerti, pasti kamu merasa bingung, dan ragu kepadaku. Tapi aku akan membuktikannya padamu La, bahwa aku benar-benar menyayangimu dan aku juga ingin menjalin hubungan yang serius denganmu La” pancaran penuh keyakinan dapat aku lihat dari kedua matanya.
“Beri aku waktu untuk berpikir ya Ahmad” pintaku sambil tersenyum.
“Aku akan menunggumu La”.
Sejak Ahmad menyatakan perasaannya padaku, aku terus berusaha untuk memperbaiki diri dan menetapkan hati begitu juga dengan Ahmad, dia terus membuktikan keseriusannya padaku. Hingga pada akhirnya aku yakin bahwa Ahmad adalah sosok laki-laki yang akan menjagaku, menyayangiku, dan membimbingku setelah Ayahku.
***
Dear Ahmad,
Aku tidak pernah menyangka tuhan mengirimkan cinta lewat dirimu.
Tak pernah ada sedikitpun terbesit di pikiranku, akan hadirnya dirimu di hidupku.
Maafkan aku yang telah meragukanmu.
Karena sejatinya disetiap harapan, pasti ada keraguan,
Ternyata cinta itu sebuah misteri.
Kadang ia hadir tanpa kita minta.
Tetapi terkadang ia juga pergi tanpa kita suruh.
Namun aku yakin, kamu membawa cinta tepat pada waktunya.
Akan ada sebuah komitmen yang akan kita jalin.
Akan ada sebuah komitmen yang akan kita jaga.
Antara kau dan aku,
Menjadi satu ikatan dalam balutan cinta dan kasihnya.
Terimakasih telah hadir dalam hidupku.
Terimakasih untuk selalu ada kala aku membutuhkanmu.
Terimakasih telah mengukir cerita indah dalam setiap hariku.
Aku menyayangimu…
Penulis,